Saturday, November 17, 2007

Takut sendiri

Mengapa harus sendiri yah? tapi kalau tak sendiri artinya harus bergantung dengan orang lain. Aku ingin sekali pergi dari kota besar ini...aku ingin tinggal didesa. namun kalau keputusan tinggal itu hanya karena diriku sendiri, apa aku bsa?mampukah? apa aku bisa merantau tanpa sanak saudara? yah paling tidak dengan suamiku? tapi apakah jodohku orang yang bukan dari kota tempat tinggalku? wallahu a`lam.

Tuhan, aku tak pernah tinggal sendiri, benar-benar tak pernah. terkadang aku ingin melepas segala kegiatan ku dikota besar dan pergi tanpa pikir panjang untuk berada didesa, hanya untuk bercocok tanam.tapi pasti bukan sesuatu yang hebat bagi keluargaku, pasti bukan ide bagus bagi mereka.
Tuhan, apa yang akan terjadi esok? akankah hari-hari yang akan datang sama seperti hari kemarin. Akankah kau berikan semua doa-doaku. namun tak sempatku untuk bersyukur. jika aku minta seseorang meninggalkaku, itu Kau kabulkan. ketika itu benar-benar sadar terjadi. tak bersyukur aku padaMu. bukankah itu yang aku inginkan?

Tuhan, aku benar-benar tak pernah sendiri, aku tak pernah terjebak sendirian dirumah lebih dari 24 jam, sungguh apakah aku mampu hidup sendiri. terkadang aku ingin mengambil keputusan pergi ketempat terpencil, dan hidup disana dengan modal pendidikanku.
Tuhan, sungguh bukan hanya ini yang membuatku khawatir, jikalau aku mati apakah aku bisa tinggal sendiri di kuburan yang sempit?
Tuhan, bisakah ku ajak orang lain menemaniku?
Tuhan, sungguh aku tak pernah sendiri akankah aku harus sendiri saat berhadapan denganmu?
Tuhan, kiranya kau tak memberiku dispensasi untukku? akankah kau berikan aku kekuatan untuk tinggal sendiri saat itu tiba?

Saturday, November 3, 2007

sang Fire Fighter

“Vina, vina…. Bangun….bangun… Rumah bu subroto kebakaran, cepat kamu sama ibu keluar dari Rumah ini, jangan lupa bawa tas berisi surat-surat, bawa motor kamu vin, lalu kamu kembali lagi bawa motor kakak yah, habis itu motor bapak, “ perintah kakak laki-lakiku, Mario. Aku terhentak dari tidur lelapku, bahkan aku tak sempat melihat jam berapa, yang pasti hari itu masih gelap, di tengah rasa takut dan degup jantung yang tak menentu, ku bergegas kekamar ibuku, mencari sosok ibu dan hendak mengambil tas yang berisi surat-surat, alhamdulillah kami sekeluarga memiliki kebiasaan menyimpan seluruh dokumen penting dalam satu tas, mulai dari akta kelahiran, ijazah SD s/d Perguruan Tinggi, juga surat-surat tanah dan rumah, kami jadikan satu tas, yang bentuknya sudah tak lagi seperti tas, karena tak pernah diganti, yah..tas tersebut sejak penghuni rumah kami 10 sampai sekarang tinggal 5 pun masih tas itu. Kelima kakakku sudah menikah, tinggal kami bertiga 3 dan orangtua. “ Tas-tas” kataku pada kakak perempuanku, levi sambil ku kenakan jilbab coklatku. Levi langsung mengerti, “ ini sudah aku bawa, ayo vin kita keluar api sudah mulai besar” ku lihat keluar, benar api sudah setinggi Rumah, Rumah bu subroto hanya berbeda berjarak 2 rumah dari rumahku. Ku ambil motor ku dan bergegas keluar Rumah, kakak dan ibuku berjalan sambil berteriak memberitahukan seluruh tetangga untuk terjaga saat itu sementara aku berfikir, kejadian ini bukan yang pertama kali, terbangun dalam gelap, karena kebakaran, juga banjir, lingkungan kami memang terlalu rapat, jika ada yang baru saja bangun Rumah tanpa ada selokan dan hujan datang, maka banjir mengancam, kebakaran sebelumnya terjadi tepat dibelakang rumahku, syukurnya diantara rumahku dan Rumah itu, ada selokan kecil, sehingga alhamdulillah kami selamat, dalam lingkungan seperti ini musibah bisa kapan saja terjadi.
Sesampainya di jalan raya ku tinggalkan motorku, “ vin udah kamu cepetan bawa motor kak Mario biar motor kamu aku tungguin disini, cepet ya vin, apinya udah semakin besar, nati kalau ada motor malah semakin besar” aku langsung berlari untuk mengambil motor ke dua, tenyata kak Mario sudah dengan cepat membawanya, aku segera membawa motor bapakku, sambil mencoba mencari hp dan dompetku, “ vin, ajak bapak evakuasi juga, biar kakak aja yang bantuin dirumah bu subroto, vi ajak bapak vi” namun dengan jiwa patriot bapak tak mau ikut evakuasi dengan ku, beliau memilih tetap tinggal dan membantu beserta warga lain memadamkan api. Saat itu aku tetap pergi keluar dengan motor bapakku, namun sekarang jalanan penuh dengan orang yang sudah mulai panik, jalanan yang hanya bisa dilewati dua orang menjadi sangat sempit, saat ini rata-rata mulai membawa motor, padahal pada saat aku mengeluarkan motor yang pertama, suasana masih sepi, tiba-tiba terdengar orang berteriak, “ aduh, berapa sih nomor pemadam kebakaran, Ya Allah, sapa sih yang tau” dengan setengah berteriak ku katakan “118” aku tak yakin dengan angka yang aku sebutkan tadi, namun paling tidak jika dia mendial 118 ada orang yang bisa ditanya dalam keadaan tidak panik. Perjalanan keluar gang rumahku sekarang begitu padat, tidak hanya motor yang ingin lewat sekarang, tidak hanya jiwa yang ingin berada dalam keadaan aman, juga sebuah lemari pakaian, yang dibawa dengan beban yang begitu berat, juga TV, juga Komputer, juga buntelan baju (baju yang dibungkus dengan sarung hingga melembung, red), bahkan lemari es juga ingin berada dalam keadaan yang aman.
Alhamdulillah sampai juga diluar, tempat yang dinilai cukup aman saat ini, entah nanti, karena the fire fighter belum juga datang. “ Vin, udah besar yah? vin Rumah kita kena yah, lihat tuh apinya kearah Rumah kita, bapak dimana? Kok nggak kamu ajak?” ibuku khawatir. “ Apinya makin besar, tapi belum sampai Rumah kita koko bu, aku tadi udah ajak bapak, tapi bapak mau bantuin aja katanya bareng warga. Soalnya lampu mati semua, dan air disemua bak mandi udah habis karena mati lampu, Rumah kita juga gelap banget, jadi vina Cuma bawa motor aja.” Aduh…sesaat aku teringat digital camera ku, aduh kenapa tak ku masukkan dalam tas kecilku, bersama dompet dan hp yah? namun aku juga terfikir keadaan yang gelap, dengan antrian perjalanan yang begitu panik, aku memilih pasrah dan mengikhlaskan saja kameraku. Yah…tak apalah ikhlas aja, lagi pula untuk apa kembali kerumah, dirumah sudah gelap sekali dan semua orang turun kejalan, udah lah insyaAllah bisa beli lagi.
Kami bertiga terpaku dari jalan besar melihat sosok merah yang siap menghabiskan Rumah kita kapan saja dengan seizin Allah. “ bagaimana dengan keluarga bu subroto yah?” kataku. “ katanya sih udah berhasil keluar dari rumahnya, tapi tak ada satupun barang yang bisa dia bawa dari Rumah” Alhamdulillah mereka selamat, pasti mereka sangat terpukul dan ketakutan saat ini. Tak lama the fire fighter come, im so excited, tapi masih ada kendala, jalanan yang harus dilalui tak bisa dilewati mobil pemadam, karena banyak mobil yang parkir dijalan besar, karena mereka tak memiliki garasi sendiri, atau tak mereka masukkan kedalam garasi mereka masing-masing, memang kalau soal keamanan alhamdulillah lingkungan kami cukup aman. Sayangnya jadi lama sekali mobil mencari tempat. Kemudian dengan sigap, Ustad Sholeh langsung masuk mesjid dan ….”Halo-halo bagi yang memiliki mobil yang diletakkan di jalan raya, dimohon memasukkannya pada garasi masing-masing, karena akan dilalui oleh mobil petugas kebakaran, secepatnya bu, pak karena api sudah semakin besar dan air di Rumah-rumah sudah habis, mohon perhatiannya, terima kasih” pengumuman tersebut diulang sebanyak 3 kali, dan akhirnya para pemilik mobilpun, bergegas keluar dan memasukkan mobilnya kedalam garasi atau tempat lain yang lebih aman.
Tak lama mobil pemadam berhasil menghentikan mobil, kulirik sedikit angka yang tertera di mobil merah besar yang dilengkapi tangga dan Hidrant, serta selang-selang yang jumlahnya cukup banyak, 113. mmh.. aku salah memberikan informasi, ternyata 113, bukan 118, oh ya 118 itu kan ambulans, duh mentang-mentang pernah kerja di hospital nih.
Ku lihat para fire fighter dengan semangat tanpa kantuk, padahal hari itu masih terlalu pagi, dini hari. Mereka membawa selang-selang yang besarnya 3 kali lengan tanganku. Kemudian sambil berjalan selang tersebut mereka sambung, hingga sampai pada Rumah bu Subroto, namun sebelum air sampai ditempat bu Subroto, terdengar ledakkan, DUARRRR…. Rasa takut makin mencekam, warga yang panik langsung menarik selang yang di bawa sang fire fighter, hingga selang tersebut terputus, pak rendy, komandan fire fighter, dengan cepat menyambung kembali selang yang terputus sambil berkata pada warga yang berada disitu,” baik pak, akan saya kerjakan tugas saya, tapi bapak sabar yah? air tak dapat dinyalakan jika masih ada yang belum ready pak” akhirnya bapak tersebut diam sambil terlihat agak malu.

Friday, July 13, 2007